Rabu, 15 Februari 2012

Protein TO Bill 2010 UNIMED

PROTEIN DAN ASAM AMINO "Bill 2010"


       Asam-asam amino yang terdapat pada protein adalah asam α -aminokarboksilat. Variasi dalam struktur monomer-monomer initerjadi dalam rantai samping. Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa senyawa organic. Titik leleh diatas 200 oC, sedangkan kebanyakan senyawa organic dengan bobot molekul sekitar itu berupa cairan pada temperatur kamar, asam amino larut dalam pelarut air dan organic, tetapi tidak larut dalam pelarut nonpolar. Asam amino memiliki moment dipole yang besar, juga mereka bersifat kurang asam dibandingkan sebagian besar asam karboksilat dan kurang basa dibandingkan sebagian besar senyawa amina yang lain (Fessenden, 1989: 363-364).
         Beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya.Suatu protein memiliki arti bagi tubu apabila protein tersebut di dalam tubuh dapat melakukan aktivitas biokimiawi yang menunjang kebutuhan tubuh. Aktivitas ini banyak mengandung struktur dan konformasi protein yang tepat. Apabila konformasi protein berubah, misalnya karena perubahan suhu, pH atau karena reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam maka aktivitas biokimianya akan berkurang. Enzim merupaka suatu contoh protein memiliki aktifitas katalis reaksi di dalam tubuh. Ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan bereaksi dengan sebagian enzim di dalam tubuh, sehingga menyebabkan koagulasi atau pengumpalan (Poedjiadi, 1994:118). Peptida sederhana mengandung dua, tiga, empat, atau lebih residu asam amino, masing-masing disebut dipeptida, tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya. Peptide didapatkan dari hidrolisis rantai panjang suatu polipeptida (protein). Sebagaimana asam amino, peptide memiliki pH isolistrik (pH I ). 
       Reaksi kimia peptide disebabkan karena adanya gugus jenuh –NH2 , R, dan –COOH. Seperti pada asam amino, gugus -NH 2 pada peptide dapat direaksikan dengan 2,4 dinitrofenil-florobenzene fenilisotianat dan gugus –COOH. Dapat diesterfikasi dengan dan direduksi. Cara reaksi berwarna yang lain untuk pepetida dan protein tetapi tidak untuk asam amino bebas, adalah reaksi biuret. Reaksi ini terjadi antara pepetida atau proteindengan CuSO 4 dan alkali, yang menghasilkan senyawa kompleks berwarna ungu. Protein merupakan sebagian besar menu makanan manusia hampir semuanya berasal dari proten biji, khususnya dari tanaman serealia seperti padi,gandum, dan jagung. Salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan protein adalah Medicagu sativa l. Protein disini dapat dianalisa secara kualitatif dengan metodesederhana sepet buret, xantoprotein, dan sebagainya (Parman, 2007: 38).

Kualitas protein didasarkan pada kemampuannya untuk
menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan
dan memperbaiki jaringan tubuh. Secara umum kualitas protein
tergantung pada dua karakteristik berikut:
1. Digestibilitas protein (untuk dapat digunakan oleh tubuh, asam amino harus dilepaskan dari komponen
    lain makanan dan dibuat agar dapat diabsorpsi. Jika komponen yang tidak dapat dicerna mencegah
    proses ini asam amino yang penting hilang bersama feses).
2. Komposisi asam amino seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis protein tubuh harus tersedia
   pada saat yang sama agar jaringan yang baru dapat terbentuk.dengan demikian makanan harus
   menyediakan setiap asam amino dalam jumlah yang mencukupi untuk membentuk as.amino lain yang
   dibutuhkan. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein:
a. Perkembang jaringan
Periode dimana perkembangn terjadi dengan cepat seperti pada masa janin dan kehamilan membutuhkan lebih banyak protein.
b. Kualitas protein
Kebutuhan protein dipengaruhi oleh kualitas protein makanan pola as.aminonya. Tidak ada rekomendasi khusus untuk orang-orang yang mengonsumsi protein hewani bersama protein nabati. Bagi mereka yang tidak mengonsumsi protein hewani dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi pangan nabatinya untuk kebutuhan asam amino.
c. Digestibilitas protein
 Ketersediaan as.amino dipengaruhi oleh persiapan makanan. Panas menyebabkan ikatan kimia antara gula dan as.amino yang membentuk ikatan yang tidak dapat dicerna. Digestibitas dan absorpsi dipengaruhi oleh jarak antara waktu makan, dengan interval yang lebih panjang akan menurunkan persaingan dari enzim yang tersedia dan tempat absorpsi.
d. Kandungan energi dari makanan
Jumlah yang mencukupi dari karbohidrat harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga protein dapat digunakan hanya untuk pembagunan jaringn. Karbohidrat juga mendukung sintesis protein dengan merangsang pelepasan insulin.
e. Status kesehatan
Dapat meningkatkan kebutuhan energi karena meningkatnya katabolisme. Setelah trauma atau operasi asam amino dibutuhkan untuk pembentukan jaringan, penyembuhan luka dan produksi faktor imunitas untuk melawan infeksi (Anonim. 2007).

Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.

Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein 
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.

3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.

1. Metode Kjeldahl 
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

Penetapan Kadar
Prosedur :
a. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
b. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
c. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
d. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
e. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
f. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
g. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.

Kadar Protein

Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :




Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi
reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan
perbandingan (1 : 1) Pembuatan reagen Lowry B : Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.

Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 μg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :



Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry
A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap
     blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.

4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret : Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis
tanda. 

Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA): Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku : Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:


         Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada λ 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 μL reagen Biuret dan 200 μL aquades.

Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah μL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif. 
      Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.

5. Metode Spektrofotometri UV
        Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai
absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel. Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran Alat Spektrofotometer













Tidak ada komentar:

Posting Komentar