Rabu, 15 Februari 2012

Protein TO Bill 2010 UNIMED

PROTEIN DAN ASAM AMINO "Bill 2010"


       Asam-asam amino yang terdapat pada protein adalah asam α -aminokarboksilat. Variasi dalam struktur monomer-monomer initerjadi dalam rantai samping. Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa senyawa organic. Titik leleh diatas 200 oC, sedangkan kebanyakan senyawa organic dengan bobot molekul sekitar itu berupa cairan pada temperatur kamar, asam amino larut dalam pelarut air dan organic, tetapi tidak larut dalam pelarut nonpolar. Asam amino memiliki moment dipole yang besar, juga mereka bersifat kurang asam dibandingkan sebagian besar asam karboksilat dan kurang basa dibandingkan sebagian besar senyawa amina yang lain (Fessenden, 1989: 363-364).
         Beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungannya.Suatu protein memiliki arti bagi tubu apabila protein tersebut di dalam tubuh dapat melakukan aktivitas biokimiawi yang menunjang kebutuhan tubuh. Aktivitas ini banyak mengandung struktur dan konformasi protein yang tepat. Apabila konformasi protein berubah, misalnya karena perubahan suhu, pH atau karena reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam maka aktivitas biokimianya akan berkurang. Enzim merupaka suatu contoh protein memiliki aktifitas katalis reaksi di dalam tubuh. Ion logam berat yang masuk ke dalam tubuh akan bereaksi dengan sebagian enzim di dalam tubuh, sehingga menyebabkan koagulasi atau pengumpalan (Poedjiadi, 1994:118). Peptida sederhana mengandung dua, tiga, empat, atau lebih residu asam amino, masing-masing disebut dipeptida, tripeptida, tetrapeptida, dan seterusnya. Peptide didapatkan dari hidrolisis rantai panjang suatu polipeptida (protein). Sebagaimana asam amino, peptide memiliki pH isolistrik (pH I ). 
       Reaksi kimia peptide disebabkan karena adanya gugus jenuh –NH2 , R, dan –COOH. Seperti pada asam amino, gugus -NH 2 pada peptide dapat direaksikan dengan 2,4 dinitrofenil-florobenzene fenilisotianat dan gugus –COOH. Dapat diesterfikasi dengan dan direduksi. Cara reaksi berwarna yang lain untuk pepetida dan protein tetapi tidak untuk asam amino bebas, adalah reaksi biuret. Reaksi ini terjadi antara pepetida atau proteindengan CuSO 4 dan alkali, yang menghasilkan senyawa kompleks berwarna ungu. Protein merupakan sebagian besar menu makanan manusia hampir semuanya berasal dari proten biji, khususnya dari tanaman serealia seperti padi,gandum, dan jagung. Salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan protein adalah Medicagu sativa l. Protein disini dapat dianalisa secara kualitatif dengan metodesederhana sepet buret, xantoprotein, dan sebagainya (Parman, 2007: 38).

Kualitas protein didasarkan pada kemampuannya untuk
menyediakan nitrogen dan asam amino bagi pertumbuhan, pertahanan
dan memperbaiki jaringan tubuh. Secara umum kualitas protein
tergantung pada dua karakteristik berikut:
1. Digestibilitas protein (untuk dapat digunakan oleh tubuh, asam amino harus dilepaskan dari komponen
    lain makanan dan dibuat agar dapat diabsorpsi. Jika komponen yang tidak dapat dicerna mencegah
    proses ini asam amino yang penting hilang bersama feses).
2. Komposisi asam amino seluruh asam amino yang digunakan dalam sintesis protein tubuh harus tersedia
   pada saat yang sama agar jaringan yang baru dapat terbentuk.dengan demikian makanan harus
   menyediakan setiap asam amino dalam jumlah yang mencukupi untuk membentuk as.amino lain yang
   dibutuhkan. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein:
a. Perkembang jaringan
Periode dimana perkembangn terjadi dengan cepat seperti pada masa janin dan kehamilan membutuhkan lebih banyak protein.
b. Kualitas protein
Kebutuhan protein dipengaruhi oleh kualitas protein makanan pola as.aminonya. Tidak ada rekomendasi khusus untuk orang-orang yang mengonsumsi protein hewani bersama protein nabati. Bagi mereka yang tidak mengonsumsi protein hewani dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi pangan nabatinya untuk kebutuhan asam amino.
c. Digestibilitas protein
 Ketersediaan as.amino dipengaruhi oleh persiapan makanan. Panas menyebabkan ikatan kimia antara gula dan as.amino yang membentuk ikatan yang tidak dapat dicerna. Digestibitas dan absorpsi dipengaruhi oleh jarak antara waktu makan, dengan interval yang lebih panjang akan menurunkan persaingan dari enzim yang tersedia dan tempat absorpsi.
d. Kandungan energi dari makanan
Jumlah yang mencukupi dari karbohidrat harus tersedia untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga protein dapat digunakan hanya untuk pembagunan jaringn. Karbohidrat juga mendukung sintesis protein dengan merangsang pelepasan insulin.
e. Status kesehatan
Dapat meningkatkan kebutuhan energi karena meningkatnya katabolisme. Setelah trauma atau operasi asam amino dibutuhkan untuk pembentukan jaringan, penyembuhan luka dan produksi faktor imunitas untuk melawan infeksi (Anonim. 2007).

Analisa Protein
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu ; Secara kualitatif terdiri atas ; reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida, dan reaksi Sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari ; metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri UV.

Analisa Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein 
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.

3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional, yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol. Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein terlarut.

1. Metode Kjeldahl 
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

Penetapan Kadar
Prosedur :
a. Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan bahan kurang dari 1 g).
b. Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II) oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
c. Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
d. Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15 ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml yang telah didinginkan dalam lemari es.
e. Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi. Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
f. Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indikator merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam klorida 0,1N.
g. Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang 75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko.

Kadar Protein

Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut :




Metode Titrasi Formol
Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi
reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan
perbandingan (1 : 1) Pembuatan reagen Lowry B : Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.

Penetapan Kadar
a. Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300 μg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal dengan komposisi berikut :



Tambahkan ke dalam masing-masing tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit, kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry
A. Kocok dan biarkan selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm tehadap
     blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1 pada tabel di atas)
b. Penyiapan Sampel
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.

4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
Prosedur :
Pembuatan reagen Biuret : Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10% sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis
tanda. 

Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA): Ditimbang 500 mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li). Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku : Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades misal dengan komposisi sebagai berikut:


         Setelah tepat 10 menit serapan dibaca pada λ 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 μL reagen Biuret dan 200 μL aquades.

Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah μL larutan tersebut secara kuantitatif kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif. 
      Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran absorban kurva baku.

5. Metode Spektrofotometri UV
        Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai
absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada 260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel. Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran Alat Spektrofotometer













Senin, 13 Februari 2012

  



Pengertian Sistem Koloid


        Apabila kita mencampurkan gula dengan air, ternyata gula larut dan kita memperoleh larutan gula. Di dalam larutan, zat terlarut tersebar dalam bentuk partikel yang sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan lagi dari mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan merupakan sistem satu fasa (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10–9 m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring.
           Di lain pihak, jika kita mencampurkan tepung terigu dengan air, ternyata tepung terigu tidak larut. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun tepung terigu akan memisah (mengalami sedimentasi). Campuran seperti ini kita sebut suspensi. Suspensi bersifat heterogen dan tidak kontinu, sehingga merupakan sistem dua fasa. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan.
       Selanjutnya, jika kita mencampurkan susu (misalnya, susu instan) dengan air, ternyata susu “larut” tetapi “larutan” itu tidak bening melainkan keruh. Jika didiamkan, campuran itu tidak memisah dan juga tidak dapat disaring (hasil penyaringan tetap keruh). Secara makroskopis campuran ini tampak homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan mikroskop ultra, ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel susu yang tersebar di dalam air. Campuran seperti inilah yang disebut koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran heterogen dan merupakan sistem dua fasa.







Sabtu, 11 Februari 2012

Pemanfaatan batang pisang sebagai bahan baku UREA

PEMANFAATAN BATANG PISANG (Musa paradisiaca L) SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU PEMBUATAN PUPUK UREA (CO(NH2)2)

Penerapan STAD dan Passing Ball system

EFEKTIFITAS PENERAPAN METODE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN PASSING BALL SYSTEM (SISTEM MENGOPER BOLA) UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA
DI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Julinton Sianturi[1] dan Friska Septiani Silitonga[2]
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Medan, Medan

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai efektivitas penerapan metode Efektifitas Penerapan metode Student Team Achievement Division (STAD) dan passing ball system (Sistem Mengoper Bola) untuk meningkatkan minat belajar dan prestasi belajar mahasiswa di Universitas Negeri Medan di jurusan Kimia FMIPA UNIMED, untuk mahasiswa S-1 Dik 2009 sebanyak 50 orang. Hasil observasi kelas Dik 2009 menunjukan kurangnya mahasiswa yang bertanya, rendahnya berfikir kritis, rasa ketidakperdulian mahasiswa terhadap mata kuliah kimia organik, minimnya bertanya, penelitian ini mengarah pada penelitian tindakan kelas (PTK) yang menggunakan metode STAD dan PBS sebagai mediasi pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan minat dan hasil belajar mahasiswa UNIMED. Hasil penelitian siklus I dengan metode STAD menunjukan bahwa pembelajaran hasil belajar pada saat pre tes: % pencapaian tertinggi 65%, % pencapaian terendah 20%,% ketuntasan belajar 0%, postes % Pencapaian tertinggi 80%, %Pencapaian terendah 40%, % ketuntasan belajar 42%, Observasi keaktifan mahasiswa 83,43%, hasil wawancara 84,25% dan data observasi peneliti 83,33%, hasil analisis diatas menunjukan adanya interaksi pembelajaran yang positif. Siklus II dengan kombinasi metode STAD dengan PBS (passing ball system) menunjukan hasil belajar pada saat pre tes : 30 mahasiswa berkompeten mendapat nilai ±7,5 % ketuntasan belajar 60%, % observasi kesiapan belajar 95%, observasi keaktifan mahasiswa 92%, % wawancara 93%, % kinerja tutor 91,67%, % ketuntasan belajar pada akhir pembelajaran 86%, yang berarti terjadi peningkatan hasil belajar dan prestasi belajar mahasiswa

Kata Kunci : PTK, PBS,STAD, Hasil belajar, Kimia organik


Documentation research at PKM-P 2010

Pembuatan Sabun aromaterapi

JUDUL PERCOBAAN : PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN BERBASISKAN MINYAK JARAK DAN BERAROMETERAPI ALAMI

Sifat – Sifat Koloid



JUDUL PERCOBAAN : SIFAT - SIFAT KOLOID


Cover Chemistry Guide Practicum




PRESENTED BY

JULinTon 5IANtURI

Memperagakan pembuatan koloid

JUDUL PERCOBAAN  : MEMPERAGAKAN PEMBUATAN KOLOID

TINJAUAN TEORITIS
          Koloid yang mengandung fasa terdispersi padat disebut sol. Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas (padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang mengandung fasa terdispersi cair disebut emulsi. 
      Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang mengandung fasa terdispersi gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih padat dan buih cair. Mengapa tidak ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair (Agniarti, 2009:34).

TUJUAN PERCOBAAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.Menjelaskan perbedaan pembuatan koloid dengan cara dispersi dan kondensasi?
2.Menjelaskan reaksi yang terjadai pada proses pembuatan koloid dengan cara dispersi dan kondensasi?

ALAT DAN BAHAN
ALAT                                                                                       BAHAN
Lumpang porselen                                                                    Gula Pasir
Gelas kimia                                                                               Serbuk Belerang
Tabung reaksi dan rak tabung                                                   Agar - agar
Pembakar sprititus                                                                    Minyak Tanah
Pengaduk kaca                                                                         NH4Cl padat
Kaki tiga dan kawat kasa                                                          Larutan FeCl3 jenuh
cawan porselin                                                                          Larutan sabun
Labu erlenmeyer                                                                       NH4NO3 padat
pipet tetes                                                                                 Serbuk Zink (Zn)
Neraca                                                                                      Air Suling


PROSEDUR KERJA
Percobaan A : Pembuatan Sol dengan cara dispersi Sol belerang dalam air
a. Campurkan 1 bagian gula dengan 1 bagian belerang, dan gerus dengan alu dan lumpang sampai halus
b. Ambil 1 bagian campuran dan dampurkan dengan 1 bagian gula, lalu gerus sampai halus
c. Ulangi langkah “b” sampai 4 kali. Ambil 1 bagian campuran keempat, dan tuangkan campuran itu ke
    dalam gelas kimia yang berisi 50 ml air. Kemudian aduk campuran itu. Amati hasilnya
Sol agar – agar dalam air
1. Ambil agar – agar sebanyak 2 spatula kaca dan larutan ke dalam gelas kimia yang berisi 25 ml air
     mendidih
2. Dinginkan campuran itu dan perhatikan apa yang terjadi. Cara ini disebut dengan Peptisasi.

Percobaan B : Pembuatan Sol dengan cara kondensasi
1. Panaskan 50 ml air dalam gelas kimia 100 ml sampai mendidih
2. Tambahkan larutan FeCl3 jenuh setetes demi setetes sambil diaduk hingga larutan menjadi merah coklat,
     Amati hasilnya

Percobaan C : Pembuatan Emulsi
1. Masukan 1 ml minyak tanah dan 5 ml air kedalam suatu tabung reaksi. Guncangkan tabung dengan kertas
     setelah terlebih dahulu disumbat dengan tutup gabus atau karet. Letakkan tabung reaksi di rak
2. Masukan 1 ml minyak tanah, 5 ml air, dan 15 tetes larutan sabun ke dalam tabung reaksi lain.
    Guncangkan tabung dengan kuat dan letakkan di rak. Amati kedua tabung reaksi tersebut.

Percobaan D : Pembuatan Aerosol padat (Zat padat terdispersi dalam gas)
1. Timbanglah 4 gram NH4NO3, kemudian masukan ke dalam cawan porselen
2. Timbang 1 gram NH¬4Cl kemudian campurkan dengan NH4NO3
3. Taburkan serbuk zink hingga menutupi permukaan campuran tersebut
4. Diatas campuran tersebut tambahkan beberapa tetes air. Amati perubahan yang terjadi (posisi kita jangan
     terlalu dekat dengan objek percobaan)

HASIL PENGAMATAN

PERCOBAAN               KEGIATAN PEMBUATAN HASIL                  PENGAMATAN

       A                              a. Sol belerang (Dispersi)                               .............................
                                        b. Sol agar - agar (Dispersi)                           .............................

       B                               SOl Fe(OH)3 Kondensasi                             .............................
       C                               a. Campuran air dengan minyak                     .............................
                                             tanah
                                        b. Campuran minyak tanah, air                       .............................
                                             dan sabun (emulsi)
       D                               Campuran NH4NO3 + NH4Cl +                 .............................
                                         serbuk zink + air

PERTANYAAN
1. Jelaskan perbedaan pembuatan koloid dengan cara dispersi dan kondensasi?
2. Apa fungsi gula dalam pembuatan sol belerang ?
3. Apakah tujuan pengadukan setelah penambahan FeCl3 pada air panas dengan suhu 1000C
4. Tuliskan reaksi penguraian NH4NO3. Mengapa NH4Cl tidak bereaksi ?
5. Jelaskan menurut pendapat anda, mengapa air dapat menimbulkan loncatan bola api ketika ditambahkan
    ke dalam NH4NO3 ?


SELAMAT BEKERJA YA..........................!!